Minggu, 13 November 2011

Starving Child Vulture

Starving Child Vulture

One photograph that has helped awaken the world about the effects of poverty in Africa is the one above showing a Sudanese child being stalked by a vulture nearby. It is quite obvious that the child was starving to death, while the vulture was patiently waiting for the toddler to die so he can have a good meal.

Nobody knows what happened to the child, who crawled his way to a United Nations food camp. Photographer Kevin Carter won a Pulitzer Prize for this shocking picture, but he eventually committed suicide three months after he took the shot.

Senin, 16 Mei 2011

BOSSCHA

Observatorium Bosscha Lembang

Lembang disebut sebagai KOTA BINTANG (Bersih, Indah, Nyaman, Tertib, dan Anggun). Kota Lembang dikenal di dunia internasional karena keberadaan Observatorium Bosscha yang telah berusia 80 tahun. Observatorium Bosscha memiliki fasilitas teropong bintang dan perpustakaan astronomi yang terbaik dan terlengkap koleksinya di Asia Tenggara. Dalam The Astronomical Almanac, nama Lembang tercantum sebagai salah satu tempat di antara beberapa ratus tempat di dunia yang terpilih sebagai lokasi peneropongan bintang.

Observatorium Bosscha didirikan pada 1 Januari 1923 ditandai dengan mulainya perencanaan pembangunan Refractor Ganda Zeiss dengan diameter lensa sebesar 60 cm (24 inchi) dan panjang titik api sekitar 11 meter. Saat pembangunannya selesai pada 7 Juni 1928, teleskop ini menambah jajaran teleskop yang diperhitungkan di belahan Bumi Selatan. Ketika itu teleskop besar yang mengeksplorasi langit selatan hanya refraktor Bloemfontein 27 – inchi di Afrika Selatan (berdiri 1928) dan refraktor Mount Stromo 26 – inchi di Australia (berdiri 1925).

Teleskop utama di Observatorium Bosscha adalah refraktor Ganda Zeiss 60-cm (1928) yang digunakan untuk pengamatan bintang ganda dan planet. Berikutnya adalah teleskop tipe Schmidt “BimaSakti” dengan diameter cermin 71-cm yang merupakan satu-satunya teleskop survey di kawasan Asia Tenggara dan dibangun atas sumbangan UNESCO tahun 1960. Teleskop lainnya adalah teleskop Cassegrain GOTO 45-cm (hibah pemerintah Jepang tahun 1989), teleskop Unitron 10.2-cm dan teleskop Bamberg 37-cm.

Observatorium Bosscha merupakan sebuah laboratorium astronomi yang menjadi perintis perkembangan astronomi dan ilmu pengetahuan antariksa di Indonesia. Kontinuitas kerja dan tanggung jawab untuk mengembangkan astronomi antar generasi di Indonesia merupakan tugas penting yang dilaksanakan Observatorium Bosscha hingga saat ini. Keberadaan Observatorium ini membuka jembatan untuk beinteraksi dengan dunia ilmiah internasional melalui tukar menukar ilmu pengetahuan.

Keberadaan Observatorium Bosscha memberi kontribusi penting bagi pendidikan formal maupun informal. Observatorium ini dipergunakan sebagai laboratorium astronomi bagi pendidikan sarjana dan pasca sarjana serta sebagai model Observatorium maupun museum astronomi dalam dunia arsitek dan seni rupa. Selain itu, setiap tahun puluhan ribu siswa berkunjung ke Observatorium Bosscha untuk mempelajari alam semesta melalui interaksi langsung dengan astronom dan pengamatan benda langit menggunakan teleskop.

Observatorium Bosscha merupakan aset berharga bagi bangsa Indonesia sehingga lingkungan di sekitarnya perlu dijaga kelestariannya. Lingkungan Observatorium harus tetap terjaga dari polusi cahaya maupun polusi angkasa (kandungan aerosol), agar pengamatan benda langit tidak terganggu. Konservasi terhadap kawasan di sekitar Observatorium telah dilakukan dengan menjadikan Observatorium Bosscha sebagai Benda Cagar Budaya. Lingkungan konservasi tidak menghalangi “pembangunan” Lembang, namun sebaliknya, konsep pembangunan Lembang perlu difikirkan keunikannya dengan tidak meniru pembangunan kota pada umumnya.

Wisata Kota Tua

Wisata Kota Tua

Jakarta memang tak hanya dipadati dengan gedung-gedung tinggi, tapi juga masih menyimpan bangunan-bangunan kuno bersejarah. Kawasan Jakarta Kota menjadi pusatnya.

Minggu pagi, saya mencoba berjalan-jalan di kawasan ini, dan berkeliling dengan menggunakan sepeda, yang bisa disewa dari para pengojek sepeda yang mangkal di depan Stasiun Jakarta Kota. Dari Stasiun Kota (Beos), saya menyusuri jalan Kali Besar dan menuju Museum Fatahilah.

Museum yang dibangun pada abad ke-enam belas ini masih berdiri dengan kokoh dan anggun. Konon, semasa VOC masih berkuasa, bangunan ini berfungsi sebagai balai kota. Pelengkapnya, di taman Fatahilah juga didirikan air mancur, yang dulunya berfungsi sebagai sumber mata air bagi warga setempat. Sayang, air mancur ini kini sudah tak berfungsi bahkan kondisinya sudah sangat kotor.

Puas dari Fatahilah, saya kembali menyusuri jalanan yang sudah kian ramai dan mulai bising. Sambil mengagumi keanggunan bangunan-bangunan kuno, saya singgah di Toko Merah. Gedung bersejarah yang sudah ada sejak tahun 1730 ini, dulunya merupakan kantor Gubernur Jendral VOC, Baton van Imhoff. Sayang, bangunan ini sekarang sudah disegel sehingga saya tak bisa melongok isinya.

Perjalanan kemudian saya lanjutkan ke Jembatan Kota Intan. Jembatan yang sudah lima kali berganti nama ini dibangun pada tahun 1628. Jembatan ini dilengkapi dengan pengungkit yang berfungsi untuk menaikkan sisi bawah jembatan. Namun, lagi-lagi karena kondisi yang tak terawat, pengungkit ini sekarang tak bisa difungsikan lagi. Bahkan, pemandangan sungai di bawah jembatan juga tak nyaman di mata, sementara bau pesing pun terasa menyengat. Sangat memprihatinkan.

Perjalanan saya akhiri di menara Syahbandar, yang menurut sejarah dibangun pada tahun 1839. Dulunya, bangunan ini merupakan kantor pabean dan berfungsi untuk mengintai kapal yang masuk melalui Pelabuhan Sunda Kelapa. Namun, tentu saja sekarang fungsinya lain, yakni menjadi bangunan cagar budaya yang kondisinya tak terlalu diperhatikan.

Jakarta sebenarnya sangat kaya akan bangunan-bangunan bernilai tinggi. Tapi, upaya pelestarian bangunan-bangunan kuno bersejarah ini sangatlah kurang. Bila dibiarkan terus begini, entah bagaimana jadinya wajah bangunan-bangunan bersejarah di kawasan Jakarta Kota ini puluhan tahun yang akan datang.

Kamis, 24 Februari 2011

National Monument

The National Monument, or "Monas" as it is popularly called, is one of the monuments built during the Sukarno era of fierce nationalism. The top of the National Monument (Monas) is Freedom Square. It stands for the people's determination to achieve freedom and the crowning of their efforts in the Proclamation of Independence in August 1945. The 137-meter tall marble obelisk is topped with a flame coated with 35 kg of gold. The base houses a historical museum and a hall for meditations. The monument is open to the public and upon request the lift can carry visitors to the top, which offers a bird's eye view on the city and the sea.

Anyer Beach

Anyer is a beach town in Banten. It is located at Anyer, 38 km from Serang City. The beach is facing the West, so we can see the view of Mt. Rakata (the remaining / child of Mt. Krakatau that exploded in 1833) and the sunset. A beautiful sea sight with all activities such as Jet Ski, Speed Boat, Para Sailing and other aquatic sport, those types of activities can be found here, as well as sunset view from the beach and an old lighthouse at Cikoneng. A lot of hotels from jasmine to international 5 stars can be tourist best choices to stay. Anyer is a popular beach resort for Jakartan.

Anyer beach has many unique enchantments. Its white sands amaze many tourists. They are so pure; we can feel the softness of the sands. The deep blue sea attracts many divers around the world because its various sea lives are so completely perfect. The sea breeze can make visitors' mind fresh, out of stress and enjoy. And the last enchantments that can make Anyer beach as the most favorite place to visit is the view of the legendary Krakatau Mountain and its historical lighthouse.

It is located in the west coast of Java about 120km from Jakarta. Sanghyang, 10 km off Anyer beach, is an easy diving destination for Jakartan divers who can only spare a weekend. This volcanic island offers white carbonate-sand beach and a wealth of underwater life, while Anyer offers a gorgeous sunset.


BANTEN CITY

Once the capital of Bantam Empire now Banten is a small town at the northwestern coast of Java. At this point the Dutch and the English first landed on Java and were held struggles and trade. There are still many places in Banten, which remind to the colonial time. The main site in Banten is the Mesjid Agung (The Grand Mosque). This mosque was built in 1559 by the son of Sultan Hassanudin and is the major sight in Banten. In opposite of the mosque are the remains of the royal palace Surosowan which was built by the Dutch Muslim Hendricks Lucas Cardil and destroyed by the grand child of the sultan. Later the Sultan Agung rebuilt the palace but the Dutch destroyed it again in 1832. On the road to Serang close to the Surosowan is the Kaibon Palace, which is now partly restored. Northwest of the mosque are the ruins of the fort Speelwijk. This fort was built by the Dutch in 1682 and overlooks the see. Close to the fort is the old Chinese temple. These 200 years old temple is now completely renovated and still in use. The quickest way to reach Banten is to take the bus from Jakarta to Merak and drop off at Kramatwatu. From here a minibus can bring the visitor 5 km to Banten.


Bandung Selatan memang penuh dengan alam yang asik untuk dinikmati. Terutama daerah Ciwidey, selain daerahnya yang sejuk dipenuhi perkebunan Teh, ada beberapa tempat wisata favorit. Salah satunya Situ Patenggang, sebuah Danau dengan disertai legenda klasik kerajaan masa lampau.
Sejarah atau mitos tentang Situ atau Danau ini muncul ke permukaan disebabkan karena seorang pangeran keponakan Prabu Siliwangi, Ki Santang dan seorang putri gunung nan cantik jelita, Dewi Rengganis yang saling jatuh cinta. Namun perjalanan cinta mereka tidak semulus dan seindah yang dibayangkan oleh keudanya karena dipisahkan oleh keadaan. Sehingga air mata mereka membentuk sebuah situ atau danau. Selanjutnya danau itu dinamai dengan situ patenggang (lafal pa-teng-gang) yang diambil dari kata pateangan-teangan yang berasal dari bahasa sunda yang artinya saling mencari-cari.
Pada akhirnya mereka dapat berkumpul kembali pada sebuah batu di situ tersebut yang diberi nama batu cinta. Danau ini mendapatkan airnya dari sungai Cirengganis, bisa ditebak dari mana nama sungai ini kan?Konon siapapun yang pernah berkunjung dengan pasangannya, maka cinta mereka akan abadi. Karena hal tersebut terjadi karena mitos semoga pembaca dapat menyikapinya secara arif dan bijaksana……… Kira-kira 50 km dari ibu kota kabupaten Bandung ke arah selatan, melewati Ciwidey suatu tempat persinggahan buat beli oleh-oleh makanan khas disana. Selanjutnya ke Situ Patenggang akan melewati perkampungan dan perkebunan teh yang dinikmati sepanjang perjalanan. Luas kawasan wisata (danau/situ dan hutan) mencapai 150 ha.Di dalam danau terdapat berbagai jenis ikan, antara lain mujair, nila, ikan mas, nilem, lele, paray dan beunteur. Di sekitar danau hidup berbagai burung berparuh panjang, yang oleh masyarakat setempat dinamai burung blekek, tikukur, dan kaca mata. Di sekitar danau terdapat hutan lindung yang ditumbuhi rumput dan pepohonan khas Jawa Barat sejenis puspa (Scima waliechi), saninten (Castanopsisargentia), dan pasa (Cuercus sp). Konon disana masih terdapat binatang surili (Presbytis comata) yang kini diambang kepunahan.

Perjalanan menuju objek wisata tersebut sepanjang 46km dari Kotamadya Bandung mungkin bisa dikatakan melelahkan pikiran menyaksikan kemacetan jalan Kopo sebagai satu-satunya jalan akses yang mudah dibandingkan dengan jalur lainnya serta melelahkan otot-otot kaki kiri menahan kopling bagi sang supir. Jika anda sudah melewati fly over jalan tol Padalarang-Cileunyi selepas pintu tol Kopo maka anda akan menyadari bahwa perjalanan dari lingkar selatan jalan Soekarno-Hatta hingga kota Kabupaten Bandung di Soreang adalah datar, sejauh kira-kira 10km. Bahkan jika anda melihat peta administratif Soreang adalah titik tengah dari keseluruhan kota Bandung. jika tidak membawa kendaraan, bisa juga menggunakan fasilitas angkutan umum dari terminal Ciwidey dengan tariff Rp. 5.000,- perorang termasuk tiket masuk (tiket masuk perkepala Rp. 1.000,-). Hal ini akan berbeda jika pengunjung menggunakan kendaraan pribadi (baik roda 2 maupun roda 4) atau dengan menggunakan bis rombongan. Kondisi jalan yang sudah rata (diaspal), mempermudah pengunjung untuk datang ke kawasan tersebut. Disepanjang jalan menuju Situ Patenggang terpampang hamparan hutan dan kebun tehnya. Perkebunan strawbery juga banyak ditemui selama perjalanan. Umumnya perkebunan strawbery tersebut menyediakan fasilitas bagi pengunjung untuk memetik sendiri buah strawberry dari pohonnya yang ditanam pada kantong-kantong plastik.Hal menarik lainnya yang dapat dinikmati para pengunjung di kawasan obyek wisata alam ini adalah setiap tahunnya diadakan acara ritual budaya syukuran yang dilakukan oleh masyarakat sekitar situ patenggang, syukuran ini dilakukan sebagai wujud dari rasa kecintaan dan kepedulian masyarakat terhadap tanah leluhurnya. Kegiatan yang dilakukan biasanya penanaman bibit tanaman di pulau cinta dan penebaran bibit ikan di sekitar kawasan Situ Patenggang.

Selasa, 15 Februari 2011

Borobudur Temple (Forgotten Wonder of the World)
The Borobudur Buddhist sanctuary, more than a thousand years old, is recognized as one of the greatest stupa and World's wonder of its kind in the world. Today, it is the center of tourist attraction in Central Java. The name Borobudur is believed to have been derived from the Sanskrit words, Vihara Buddha Uhr, meaning the Buddhist Monastery on the hill. Borobudur temple is located in Muntilan, Magelang and is about 42 kilometers from Yogyakarta city. It is the greatest Buddhist work of art existing in the world.

Borobudur's architects and sculptors designed it to serve the purpose of veneration, worship and meditation, though Borobudur is not a temple as such.
Borobudur Temple

Kamis, 10 Februari 2011

Macam2 feature:

  1. Feature human interest (langsung sentuh keharuan, kegembiraan, kejengkelan atau kebencian, simpati, dan sebagainya). Misalnya, cerita tentang penjaga mayat di rumah sakit, kehidupan seorang petugas kebersihan di jalanan, liku-liku kehidupan seorang guru di daerah terpencil, suka-duka menjadi dai di wilayah pedalaman, atau kisah seorang penjahat yang dapat menimbulkan kejengkelan.
  2. Feature pribadi-pribadi menarik atau feature biografi. Misalnya, riwayat hidup seorang tokoh yang meninggal, tentang seorang yang berprestasi, atau seseorang yang memiliki keunikan sehingga bernilai berita tinggi. Itu sebabnya, Anda bisa menuliskan tentang profil para pemimpin Islam di masa lalu, misalnya. Atau Anda juga bisa cerita tentang kisahnya al-Khawarizmi, ilmuwan muslim yang menemukan angka nol.
  3. Feature perjalanan. Misalnya kunjungan ke tempat bersejarah di dalam ataupun di luar negeri, atau ke tempat yang jarang dikunjungi orang. Dalam feature jenis ini, biasanya unsur subjektivitas menonjol, karena biasanya penulisnya yang terlibat langsung dalam peristiwa/perjalanan itu mempergunakan “aku”, “saya”, atau “kami” (sudut pandang—point of view—orang pertama). Ambil contoh tentang perjalanan menunaikan ibadah haji. Perjalanan ke tanah suci itu bisa Anda tuangkan dalam sebuah tulisan bergaya feature yang menarik. Itu sebabnya, disarankan untuk membawa buku catatan kecil untuk menuliskan semua peristiwa yang dialami sebagai bahan penulisan. Pokoknya, sip deh.
  4. Feature sejarah. Yaitu tulisan tentang peristiwa masa lalu, misalnya peristiwa Keruntuhan Khilafah Islamiyah, sejarah tentang Istana al-Hamra dan benteng Granada. ‘Melongok’ kejayaan Islam di masa lalu. Sejarah tentang kekejaman tentara Salib saat membantai kaum muslimin, sejarah pertama kali Islam masuk ke Indonesia dan sebagainya. Banyak kok sejarah yang bisa kita tulis dengan jenis feature ini. Pokoknya asyik deh.
  5. Feature petunjuk praktis (tips), atau mengajarkan keahlian—how to do it. Misalnya tentang memasak, merangkai bunga, membangun rumah, seni mendidik anak, panduan memilih perguruan tinggi, cara mengendarai bajaj, teknik beternak bebek, seni melobi calon mertua dan sebagainya.

Selasa, 04 Januari 2011

Danau Maninjau

Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer sebelah utara Kota Padang, ibukota Sumatera Barat, 36 kilometer dari Bukittinggi, 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam.

Maninjau yang merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luas Maninjau sekitar 99,5 km² dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter. Cekungannya terbentuk karena letusan gunung yang bernama Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Menurut legenda di Ranah Minang, keberadaan Danau Maninjau berkaitan erat dengan kisah Bujang Sembilan.

Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai bernama Batang Sri Antokan. Di salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Sri Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 km mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau.

Danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak yang memiliki luas 129,69 km² yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar Danau Maninjau terdapat fasilitas wisata, seperti Hotel(Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai) serta penginapan dan restoran.